Abstraksi
Era Tokugawa
merupakan era penyatuan Jepang yang diawali oleh naiknya Tokugawa Ieyasu
sebagai Shogun. Era ini membawa Jepang menutup diri (isolasi) dari dunia
luar dengan sistem feodal, yang merupakan transisi ke Restorasi Meiji kelak
sebagai antiklimaks isolasinya.
Pendahuluan
Jepang merupakan
salah satu negara di kawasan Asia Timur yang patut diperhitungkan.
Dengan kehebatannya dalam memadukan tradisi dan modernisasi, menjadikan Jepang
sebagai bangsa yang maju. Dalam periodisasi sejarahnya, Jepang terbagi ke dalam
4 babak, yaitu zaman prasejarah, zaman klasik, zaman pertengahan, dan zaman
modern. Zaman pertengahan Jepang ditandai dengan bangkitnya kelompok penguasa
yang terdiri dari para ksatria (Samurai). Pada zaman ini juga merupakan zaman
feodalisme yang ditandai dengan perebutan kekuasaan antar kelompok penguasa yang terdiri dari samurai.
Pemerintahan di Jepang pada zaman pertengahan dikenal dengan pemerintahan bakufu
(Shogun). Shogun berasal dari kata Sei I TaiShogun yang berarti
panglima pasukan ekspedisi melawan orang biadab. Pemerintahan Shogun merupakan
pemerintahan militer. Jadi di Jepang saat itu terdapat dua sistem pemerintahan,
yaitu pemerintahan sakral yang dipimpin oleh Tenno sebagai bangsawan istana
(Kuge) dan penguasa politik secara nyata yang dipimpin oleh para
Shogun (bangsawan Buke). Masa pemerintahan bakufu (Shogun) di Jepang terbagi ke
dalam tiga, yaitu yang berpusat di Kamakura (1185-1333), yang berpusat di
Muromachi/Kyoto (1333/1573), dan yang berpusat di Edo/Tokyo (1603-1867).
Shogun
sebenarnya mulai dikenal sejak zaman Nara (710-794) dan zaman
Heian (794-1185), akan tetapi jabatan Shogun pada Zaman Nara dan Heian tidaklah
memiliki kekuasaan penuh sebagaimana Zaman Kamakura hingga Zaman Edo (era
Tokugawa), Shogun Zaman Nara/Heian hanya bertindak sebagai jenderal perang.
Selain itu jabatan Shogun pada Zaman Nara/Heian masih dipegang secara bebas
tanpa melihat keturunan. Barulah sejak Zaman Kamakura (1192-1333) jabatan
Shogun hanya diperuntukkan keturunan klan Minamoto dan memiliki kekuasaan penuh
pemerintahan dengan kaisar bertindak hanya sebagai simbol.
Kemunculan Rezim
Shogun Tokugawa
Kemunculan Shogun
Tokugawa yaitu ketika Tokugawa Ieyasu berhasil memenangkan pertempuran
Sekigahara. Ketika Toyotomi Hideyoshi wafat, ada perebutan kekuasaan antara
pihak yang dipimpin oleh Tokugawa Ieyasu melawan
pihak Ishida Mitsunari. Pertempuran dimenangkan oleh Tokugawa Ieyasu
yang memuluskan jalan menuju terbentuknya Shogun Tokugawa. Tokugawa Ieyasu
berhasil merebut kekuasaan pemerintah pusat . Keberhasilan lebih yang diperoleh
Tokugawa Ieyasu adalah keberhasilan diangkat sebagai Shogun oleh kaisar pada
tahun 1603. Tokugawa Ieyasu merupakan Shogun pertama sekaligus pendiri Shogun
Tokugawa.
Daftar Klan Tokugawa
antara lain:
1. Tokugawa
Ieyasu (1543-1616), berkuasa : 1603- 1605
2. Tokugawa
Hidetada ( 1579-1632), berkuasa : 1605-1623
3. Tokugawa
Iemitsu ( 1604-1651), berkuasa :1632-1651
4. Tokugawa
Ietsuna (1641-1680),bekuasa : 1651-1680
5. Tokugawa
Tsunayoshi (1646-1709), berkuasa : 1680-1709
6. Tokugawa
Ienobu (1662-1712), berkuasa : 1709-1712
7. Tokugawa
Ietsugu (1709-1716), berkuasa : 1713-1716
8. Tokugawa
Yoshimune (1684-1751), berkuasa : 1716-1745
9. Tokugawa Ieshige
(1711-1761), berkuasa : 1745-1760
10. Tokugawa
Ieharu (1737-1786), berkuasa : 1787-1837
11. Tokugawa
Ienari ( 1773-1841 ),berkuasa :1787-1837
12. Tokugawa
Ieyoshi (1793-1853), berkuasa : 1837-1853
13. Tokugawa
Iesada (1824-1858), berkuasa : 1853-1858
14. Tokugawa
Iemochi (1846-1866), berkuasa : 1858-1866
15. Tokugawa
Yoshinobu (Keiki) (1837-1913), berkuasa : 1867-1868
Kehidupan Pada Masa
Shogun Tokugawa
A. Struktur
Sosial Masyarakat
Rakyat Jepang
dibagi-bagi menurut sistem kelas, berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan
Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti
petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian
kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang
dikenakan pada petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan
inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah
pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang.
Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan
kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu
kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar yang umumnya dapat segera
dipadamkan.
B. Perkembangan
Sosial Budaya
Sejak pemeritahan
Letshuna, bakufu mulai melonggarkan cara pemerintahan militer yang ketat untuk lebih memberi tekanan pada usaha
pendidikan dan kebudayaan karena landasan bakufu telah aman dan
perlu pengendalian terhadap para daimyo. Selama zaman administrasi birokrasi,
industri domestik memperlihatkan perkembangannya dan produksi bertambah dengan
cepat. Perhubungan juga mengalami perbaikan, peredaran bahan-bahan konsumsi
menjadi lancar dan perdagangan juga bertambah maju. Pada puncak kemakmurannya,
Edo merupakan kota yang terbesar di antara kota istana dan di perkirakan
mempunyai penduduk satu juta orang. Dengan hal ini kemakmuran ekonomi,
ilmu pengetahuan, kesastraan, dan
kesenian maju dengan pesat.Kemajuan juga tercapai dalam penelitian
sejarah Jepang, yang membawa pendekatanbaru terhadap studi Mithe-Mithe. Dalam
bidang kesusastraan timbul banyak sastra yangbersumber pada kehidupan kelas
pedagang. Dalam bidang kesenian aliran Kano menjadi sumber pelukis-pelukis
resmi bagi lembaga Shogun.
C. Sistem
Politik
Sistem politik feodal
Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taisei, baku dalam” bakuhan” berarti
“tenda” yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintahan militer keShogunan).
Dalam sistem Bakuhan Taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut Han
dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut
daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer. Kekuasaan
pemerintah pusat berada di tangan Shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai
kepala pemerintahan daerah. Daimyo memimpin propinsi sebagai daerah yang
berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan,
dan kebijakkan dalam negeriKeturunan keluarga Tokugawa disebar sebagai daimyo
di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan
tidak bersekongkol melawan Shogun.
Feodalisme Edo telah
muncul dari sistem hirarki yang berstruktur ganda menjadi yang berstruktur
tunggal, yang berakar dalam suatu hubungan pengawasan oleh atasan dan pemberian
kompensasi kepada orang bawahan dalam bentuk penghasilan dari produksi desa
(Ishii, 1988). Tokugawa Ieyasu mengeluarkan kebijakan shihai yang artinya
pengawasan dan fujo yang artinya bantuan. Fujo merupakan suatu istilah yang
diberikan untuk melukiskan tanah yang dihadiahkan oleh para atasan kepada para
bawahan. Selain adanya kebijakan fujo, hubungan antara pemimpin dan pembantu
dilakukan dengan sistem pengawasan (shihai) yang bersifat hierarkis dan massal
dalam kalangan kaum militer. Puncak kekuasaan dipegang oleh shogun, yaitu dari
keluarga Tokugawa yang sedang memerintah. Di bawahnya terdapat pembantu
langsung shogun yang dinamakan kashin. Di antara kashin tersebut antara lain
daimyo, hatamoto, gokenin, dan koke. Hubungan di dalam sistem keshogunan
terjalin secara hierarkis dan mengandung unsur feodalisme yang kuat. Feodalisme
termanifestasi dalam bentuk penghormatan yang besar terhadap pemimpin.
D. Sistem
Politik Luar Negeri
Pada masa Tokugawa,
Jepang menjalankan politik isolasi atau politik sakoku. Politik sakoku adalah
kebijakan penutupan negara dimana Orang Jepang dilarang pergi
ke luar negeri dan Orang dari negara lain yang pada umumnya adalah
pedagang lintas negara dilokalisasi di sebuah pulau buatan manusia bernama
Dejima yang terletak di Teluk Nagasaki, dan itu pun dengan pembatasan yang
sangat ketat. Hanya Belanda, China, Korea dan Ryukyu (sekarang Okinawa) yang
diizinkan melakukan hubungan dagang dengan Jepang. Masalah agama yang
banyak dianggap sebagai latar belakang penutupan negara sebenarnya bukanlah
faktor utama penyebab terjadinya Sakoku. Kekhawatiran akan imperialisme Eropa
juga merupakan faktor yang menentukan. Ketika pemerintah mengambil
kebijakan untuk menutup negara maka pemerintah justru mempunyai kesempatan yang
besar untuk memperbaiki pola pikir masyarakat. Dapat dikatakan bahwa masa
Sakoku adalah masa Jepang menjadi kepompong. Dalam masa Sakoku masyarakat
Jepang banyak belajar memahamai bangsanya sendiri dan bangsa lain. Negara yang
tertutup menghasilkan kondisi yang kondusif untuk membangun nasionalisme
masyarakat, bahkan pada saat itu materi tentang nasionalisme dimasukkan dalam
sistem pendidikan (Kokugaku). Untuk mengimbangi keterasingan dari dunia
luar, agar tidak tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan, masyarakat Jepang
tetap mempelajari ilmu – ilmu sains, terutama yang berasal dari Belanda
(rangaku). Materi ini juga dimasukkan dalam sistem pendidikan. Namun, kebijakan
pemerintah yang hanya mengizinkan Belanda untuk tinggal di Dejima, tanpa masuk
wilayah Jepang membuat masyarakat lebih objektif dalam menerima ilmu – ilmu
dari Belanda tersebut. Pembelajaran terhadap sains Eropa dengan metode
struktural seperti ini adalah upaya pemerintah agar masyarakat tidak
terkontaminasi budaya Barat dan dapat tetap menjunjung tinggi tradisi Jepang.
Keruntuhan Shogun
Tokugawa
a. Timbulnya
Pemikiran Anti Bakufu dan Anti Feodal
Munculnya pemikiran
anti bakufu dan anti feodal muncul setelah beberapa golongan terutama dari
golongan pendukung Shintoisme Suika yang mendesak pembubaran bakufu dan
pengembalian kekuasaan pemerintahan kepada kaisar. Pendorong munculnya beberapa
protes terhadap sistem feodalisme Bakufu tidak terlepas dari perkembangna ilmu
pengetahuan di Jepang. Intelektualisme memunculkan sikap perbandingan antata
sistem kekaisaran mutlak dengan sistem feodalisme militer Bakufu. Hal tersebut
akhirnya membangkitkan semangat loyalitas kepada raja dan menolak sistem
keshogunan, terutama sistem feodalismenya. Salah satu gerakan awal
intelektualisme di Jepang adalah munculnya gerakan Mito yang memberi pengkajian
terhadap kepribadian asli Jepang. Tokoh dari gerakan ini antara lain Fujita
Yo-Koku dan anaknya yang bernama Fujita Toko, dan Aizawa Seisjisai.
b. Merosotnya
Feodalisme Han dan Desa
Kebijakan fujo berupa
pemberian tanah untuk pertanian menemui kemandekan ketika terjadi stagnasi
produksi pertanian di tengah tingkat konsumsi yang semakin meningkat. Ekonomi
uang yang semakin meningkat mengakibatkan kemerosotan swasembada beras di
pedesaan. Hal itu diperparah dengan tuntutan kenaikan pemasukan oleh para
daimyo yang terlilit hutang dengan menaikan pajak.
Hubungan pemimpin dan
pembantu menemui kerenggangan ketika semangat militeristik para samurai
mulai pudar. Sekian lama berada dalam keadaan damai dan mengurusi kepentingan
sipil membuat semangat loyalitas militer mulai melenceng. Lambat laun
mereka menyukai kedudukan sipil. Kecemburuan sosial terjadi antara pemimpin dan
pembantu ketika beberapa golongan rendah mulai merasa ada ketidakadilan dengan
sistem fief daimyo yang turun temurun.
c. Keadaan
di dalam Han
Han yang lebih
terfokus ke desa merasakan krisis yang amat buruk sebagai dampak dari tumbuhnya
ekonomi uang serta ekonomi barang dagangan. Hal tersebut tidak dibarengi daya
beli yang cukup sebagai akibat stagnansi produksi serta tuntutan para daimyo
yang semakin meningkat.
d. Pemiskinan
Golongan Militer dan Keberhasilan Para Pedagang
Di tengah krisis,
para daimyo sangat bergantung kepada kucuran dana pinjaman para saudagar,
mereka akhirnya membuat suatu konsesi dengan memberikan hak istimewa kepada
para saudagar. Hak istimewa tersebut antara lain pemberian status kepada
para saudagar sebaga samurai. Pemberian hak istimewa kepada para
saudagar membuat para saudagar lebih leluasa dalam berbisnis. Namun dibalik
itu, para saudagar tetap berusaha agar sistem feodalisme tidak runtuh karena
kesuksesan mereka sangat bergantung kepada sistem tersebut.
e. Penggolongan
dalam Tubuh Kelas Petani
Perekonomian desa
yang identik dengan perekonomian pertanian menemui kekacauan ketika krisis
ekonomi global di Jepang melanda pedesaan. Krisis ekonomi tersebut mendorong
beberapa petani miskin untuk menjual tanahnya kepada petani besar sehingga
kesenjangan di desa semakin tajam dengan adanya petani kaya dengan petani
miskin. dampak terhadap kekuasaan feodal adalah berkurangnya sokongan desa
terhadap pusat pemerintahan feodal.
Kesimpulan
Keshogunan Tokugawa
muncul setelah terjadi perpecahan antar daimyo di Jepang. Hideyoshi Toyotomi
berhasil menguasai keadaan dengan dibantu oleh Tokugawa Ieyasu. Wafatnya Hideyoshi
Toyotomi pada 1598 membuka peluang bagi Tokugawa Ieyasu untuk menggantikan
posisi Hideyoshi Toyotomi. Tokugawa Ieyasu berhasil menjadi shogun pada 1603.
Kebijakan politik
pada masa Tokugawa terkenal dengan dua kebijakan penting yakni kebijakan shihai
dan fujo. Shihai adalah kebijakan pengawasan terhadap para pejabat keshogunan
dari mulai yang atas hingga ke bawah. Pengawasan didasarkan pada prinsip
pemimpin dan pembantu. Kebijakn kedua adalah kebijkaan fujo yaotu kebijakan
pemberian bantuan kepada beberapa pejabat.
Kehancuran keshogunan
Tokugawa akhirnya menemui titik temu ketika dua kebijakan yang tadinnya
berjalan sehat menemui kebuntuan hingga menghasilkan masalah serius. Pengawasan
yang tidak berjalan berdampak pada banyaknya para daimyo yang lebih bersikap
sipil daripada militeris. Sedangkan keselewengan dari sistem fujo adalah
dengan adanya kesenjangna di pedesaan sebagai dampai ekonomi global yang
melilit desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar