Filsuf Muslim ( islam)
A. AL-KINDI
Nama lengkapnya Abu Yusuf, Ya’qub bin Ishak
Al-Sabbah bin Imran bin Al-Asha’ath bin Qais Al-Kindi. Beliau biasa disebut
Ya’kub, lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kufah. Keturunan dari suku Kays,
dengan gelar Abu Yusuf (bapak dari anak yang bernama Yusuf) nama orang
tuanya Ishaq Ashshabbah, dan ayahnya menjabat gubernur di Kufah, pada masa
pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyid dari Bani Abbas.
Nama Al-Kindi adalah merupakan nama yang diambil dari nama sebuah suku, yaitu : Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah, yang berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai kebudayaan yang tinggi.
Sebagai orang yang dilahirkan di kalangan para intelektual, maka pendiidkan yang pertama-tama diterima adalah membaca Al-Qur’an, menulis, dan berhitung. Di samping itu ia banyak mempelajari tentang sastra dan agama, juga menerjemahkan beberapa buku Yunani di dalam bahasa Syiria kuno, dan bahasa Arab.
Nama Al-Kindi adalah merupakan nama yang diambil dari nama sebuah suku, yaitu : Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah, yang berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab dan mereka ini mempunyai kebudayaan yang tinggi.
Sebagai orang yang dilahirkan di kalangan para intelektual, maka pendiidkan yang pertama-tama diterima adalah membaca Al-Qur’an, menulis, dan berhitung. Di samping itu ia banyak mempelajari tentang sastra dan agama, juga menerjemahkan beberapa buku Yunani di dalam bahasa Syiria kuno, dan bahasa Arab.
Al-Kindi mengarang buku-buku yang menganut
keterangan Ibnu Al-Nadim buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam bidang
filsafat, logika, arithmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik,
optika, musik, matematika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya, dapat kita
ketahui bahwa Al-Kindi termasuk penganut aliran Eklektisisme; dalam metafisika
dan kosmologi mengambil pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil
pendapat Plato, dalam hal etika mengambil pendapat Socrates dan Plato.
Mengenai filsafat dan agama, Al-Kindi berusaha mempertemukan amtara kedua hal ini; Filsafat dan agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Mengenai filsafat dan agama, Al-Kindi berusaha mempertemukan amtara kedua hal ini; Filsafat dan agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Mengenai hakikat Tuhan, Al-Kindi menegaskan
bahwa Tuhan adalah wujud yang hak (benar), yang bukan asalnya tidak ada menjadi
ada, ia selalu mustahil tidak ada, ia selalu ada dan akan selalu ada. Jadi
Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain, tidak
berakhir wujudNya dan tidak wujud kecuali denganNya.
Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi ialah:
Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi ialah:
a)
Aliran
Pythagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filsafat.
b)
Pikiran-pikiran
Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika, meskipun Al-Kindi tidak
sependapat dengan Aristoteles tentang qadimnya alam.
c)
Pikiran-pikiran
Plato dalam soal kejiwaan.
d)
Pikiran-pikiran
Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
e)
Wahyu
dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan dengan Tuhan
dan sifat-sifatNya.
f)
Aliran
Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat
Qur’an.
Haruslah diakui
bahwa Al-Kindi tidak mempunyai sistem filsafat yang lengkap. Jasanya ialah
karena dia adalah orang yang pertama-tama membuka pintu filsafat bagi dunia
Arab dan diberinya corak Arab keislaman. Pendiri filsafat Islam yang sebenarnya
ialah Al-Farabi.
B. AL-FARABI
Ia adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin
Tharkhan. Sebutan Al-Farabi diambil dari nama kota Farab, dimana ia dilahirkan
pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya adalah seorang Iran dan kawin dengan seorang
wanita Turkestan. Kemudian ia menjadi perwira tentara Turkestan. Karena itu,
Al-Farabi dikatakan berasal dari keturunan Turkestan dan kadang-kadang juga
dikatakan dari keturunan Iran.
Sejak kecilnya, Al-Farabi suka belajar dan ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasainya antara lain bahasa Iran, Turkistan, dan Kurdistan. Nampaknya ia tidak mengenal bahasa Yunani dan Siriani, yaitu bahasa-bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat pada waktu itu.
Setelah besar, Al-Farabi meninggalkan negerinya untuk menuju kota Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya, untuk belajar antara lain pada Abu Bisyr bin Mattius. Selama berada di Baghdad, ia memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika.
Al-Farabi luas pengetahuannya, mendalami ilmu-ilmu yang ada pada masanya dan mengarang buku-buku dalam ilmu tersebut. Buku-bukunya, baik yang sampai kepada kita maupun yang tidak, menunjukkan bahwa ia mendalami ilmu-ilmu bahasa, matematika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqih, dan mantik.
Al-Farabi dapat kita pembentuk filsafat Islam yang pertama, karena dialah yang berhasil dapat menyusun dasar-dasar filsafat atas keyakina tauhid menurut Islam.
Sebagian besar karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenius, dalam bidang-bidang logika, fisika, etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas pikirannya, namun ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristoteles.
Di antara karangan-karangannya ialah:
Sejak kecilnya, Al-Farabi suka belajar dan ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasainya antara lain bahasa Iran, Turkistan, dan Kurdistan. Nampaknya ia tidak mengenal bahasa Yunani dan Siriani, yaitu bahasa-bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat pada waktu itu.
Setelah besar, Al-Farabi meninggalkan negerinya untuk menuju kota Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya, untuk belajar antara lain pada Abu Bisyr bin Mattius. Selama berada di Baghdad, ia memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika.
Al-Farabi luas pengetahuannya, mendalami ilmu-ilmu yang ada pada masanya dan mengarang buku-buku dalam ilmu tersebut. Buku-bukunya, baik yang sampai kepada kita maupun yang tidak, menunjukkan bahwa ia mendalami ilmu-ilmu bahasa, matematika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqih, dan mantik.
Al-Farabi dapat kita pembentuk filsafat Islam yang pertama, karena dialah yang berhasil dapat menyusun dasar-dasar filsafat atas keyakina tauhid menurut Islam.
Sebagian besar karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenius, dalam bidang-bidang logika, fisika, etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas pikirannya, namun ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristoteles.
Di antara karangan-karangannya ialah:
a.
Aghradlu
ma Ba’da at-Thabi’ah.
b.
Al-Jam’u
baina Ra’yai al-Hakimain (Mempertemukan Pendapat Kedua
Filosof; maksudnya Plato dan Aristoteles).
c.
Tahsil
as-Sa’adah (Mencari Kebahagiaan).
d.
‘Uyun
al-Masail (Pokok-Pokok persoalan).
e.
Ara-u
Ahl-il Madinah al-Fadhilah (Pikiran-Pikiran Penduduk Kota Utama Negeri Utama).
f.
Ih-sha’u
al-Ulum (Statistik Ilmu).
Menurut Dr. Ibrahim Madkour, filsafat
Al-Farabi adalah filsafat yang bercorak spiritual-idealis, sebab menurut
Al-Farabi, dimana-mana ada roh. Tuhannya adalah Roh dari segala Roh. Akal yang
dikonsepsikannya yaitu ‘Uqul Mufariqah (akal yang terlepas dari benda)
merupakan makhluk rohani murni, sedang kepala negeri- utamanya, menguasai
badannya. Roh itu pula yang menggerakkan benda-benda langit dan mengatur alam
di bawah bulan.
Meskipun Al-Farabi telah banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus, namun ia tetap memegangi kepribadian, sehingga pikiran-pikiranya tersebut merupakan filsafat Islam yang berdiri sendiri, yang bukan filsafat stoa, atau Peripatetik atau Neo Platonisme. Memeng bisa dikatakan adanya pengaruh aliran-aliran tersebut, namun bahannya yang pokok adalah dari Islam sendiri.
Meskipun Al-Farabi telah banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus, namun ia tetap memegangi kepribadian, sehingga pikiran-pikiranya tersebut merupakan filsafat Islam yang berdiri sendiri, yang bukan filsafat stoa, atau Peripatetik atau Neo Platonisme. Memeng bisa dikatakan adanya pengaruh aliran-aliran tersebut, namun bahannya yang pokok adalah dari Islam sendiri.
C. IBNU THUFAIL
Ia adalah Abubakar Muhammad bin Abdul
Malik bin Thufail, dilahirkan di Wadi Asy dekat Granada, pada tahun 506 H/1110
M. kegiatan ilmiahnya meliputi kedokteran, kesusasteraan, matematika dan
filsafat. Ia menjadi dokter di kota tersbut dan berulangkali menjadi penulis
penguasa negerinya. Setelah terkenal, ia menjadi dokter pribadi Abu Ya’kub
Yusuf al-Mansur, khalifah kedua daru daulah Muwahhidin. Dari al-Mansur ia
memperoleh kedudukan yang tinggi dan dapat mengumpulkan orang-orang pada
masanya di istana Khalifah itu, di antaranya ialah Ibnu Rusyd yang diundang
untuk mengulas buku-buku karangan Aristoteles.
Buku-buku biografi menyebutkan beberapa karangan dari Ibnu Thufail yang menyangkut beberapa lapangan filsafat, seperti filsafat fisika, metafisika, kejiwaan dan sebagainya, disamping risalah-risalah (surat-surat) kiriman kepada Ibnu Rusyd. Akan tetapi karangan-karangan tersebut tidak sampai kepada kita, kecuali satu saja, yaitu risalah Hay bin Yaqadhan, yang merupakan intisari pikiran-pikiran filsafat Ibnu Thufail, dan yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Suatu manuskrip di perpustakaan Escurrial yang berjudul Asrar al-Hikmat ai-Masyriqiyyah (Rahasia-rahasia Filsafat Timur) tidak lain adalah bagian dari risalah Hay bin Yaqadhan.
Ibnu Thufail tergolong filosof dalam masa Skolastik Islam. Pemikiran kefilsafatannya cukup luas, termasuk metafisika. Dalam pencapaian Ma’rifatullah, Ibnu Thufail menempatkan sejajar antara akal dan syari’at. Pemikiran tersebut sebenarnya merupakan upaya yang tidak pada tempatnya, sebab syari’at sumbernya adalah wahyu (yakni : dari Tuhan), sedangkan akal merupakan aktifitas manusiawi. Akal manusia sebenarnya hanyalah dampak mencari alasan rasional bagi syari’at mengenai dalil-dalil adanya Tuhan.
Buku-buku biografi menyebutkan beberapa karangan dari Ibnu Thufail yang menyangkut beberapa lapangan filsafat, seperti filsafat fisika, metafisika, kejiwaan dan sebagainya, disamping risalah-risalah (surat-surat) kiriman kepada Ibnu Rusyd. Akan tetapi karangan-karangan tersebut tidak sampai kepada kita, kecuali satu saja, yaitu risalah Hay bin Yaqadhan, yang merupakan intisari pikiran-pikiran filsafat Ibnu Thufail, dan yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Suatu manuskrip di perpustakaan Escurrial yang berjudul Asrar al-Hikmat ai-Masyriqiyyah (Rahasia-rahasia Filsafat Timur) tidak lain adalah bagian dari risalah Hay bin Yaqadhan.
Ibnu Thufail tergolong filosof dalam masa Skolastik Islam. Pemikiran kefilsafatannya cukup luas, termasuk metafisika. Dalam pencapaian Ma’rifatullah, Ibnu Thufail menempatkan sejajar antara akal dan syari’at. Pemikiran tersebut sebenarnya merupakan upaya yang tidak pada tempatnya, sebab syari’at sumbernya adalah wahyu (yakni : dari Tuhan), sedangkan akal merupakan aktifitas manusiawi. Akal manusia sebenarnya hanyalah dampak mencari alasan rasional bagi syari’at mengenai dalil-dalil adanya Tuhan.
D. IBNU SINA (980 M – 1037)
Ibnu Sina dilahirkan dalam masa kekacauan,
dimana Khilafah Abbasiyah mengalami kemunduran, dan negeri-negeri yang
mula-mula berada di bawah kekuasaan khilafah tersebut mulai melepaskan diri
satu persatu untuk berdiri sendiri. Kota Baghdad sendiri, sebagai pusat
pemerintahan Khilafah Abbasiyah, dikuasai oleh golongan Bani Buwaih pada tahun
334 H dan kekuasaan mereka berlangsung terus sampai tahun 447 H.
Di antara daerah-daerah yang berdiri sendiri
ialah Daulah Samani di Bukhara, dan di antara khalifahnya ialah Nuh bin Mansur.
Pada masanya, yaitu di tahun 340 H (980 M), di suatu tempat yang bernama
Afsyana, daerah Bukhara, Ibnu Sina dilahirkan dan dibesarkan. Di Bukhara ia
menghafal Qur’an dan belajar ilmu-ilmu agama serta ilmu astronomi, sedangkan usianya
baru sepuluh tahun. Kemudian ia mempelajari matematika, fisika, logika dan ilmu
metafisika. Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya,
seorang Masehi.
Belum lagi usianya melebihi enam-belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori-teori kedokteran, taoi juga melakukan praktek dan mengobati orang-orang sakit.
Belum lagi usianya melebihi enam-belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori-teori kedokteran, taoi juga melakukan praktek dan mengobati orang-orang sakit.
Sebenarnya hidup Ibnu Sina tidak pernah
mengalami ketenangan, dan usianya pun tidak panjang. Meskipun banyak
kesibukan-kesibukannya dalam urusan politik, sehingga ia tidak banyak mempunyai
kesempatan untuk mengarang, namun ia telah berhasil meninggalkan berpuluh-puluh
karangan.
Karangan-karangan Ibnu Sina yang terkenal di antaranya:
Karangan-karangan Ibnu Sina yang terkenal di antaranya:
a.
Asy-Syifa’.
Buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar dari Ibnu Sina, dan trediri dari enpat bagian, yaitu: logika, fisika, matematika, dan metafisika (ketuhanan).
Buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar dari Ibnu Sina, dan trediri dari enpat bagian, yaitu: logika, fisika, matematika, dan metafisika (ketuhanan).
b.
An-Najat.
Buku ini merupakan keringkasan buku as-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama dengan buku al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
Buku ini merupakan keringkasan buku as-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama dengan buku al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir.
c.
Al-Isyarat
wat-Tanbihat.
Buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis.
Buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis.
d.
Al-Hikmat
al-Masyriqiyyah.
Buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah-naskahnya yang masih ada memuat bagian logika.
Buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah-naskahnya yang masih ada memuat bagian logika.
e.
Al-Qanun,
atau Canon of Medicine, menurut penyebutan orang-orang Barat.
Buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ketujuhbelas Masehi.
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal-soal kejiwaan atau pun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Dalam pandangan Ibnu Sina, ilmu itu ada dua macam yaitu:
Buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ketujuhbelas Masehi.
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal-soal kejiwaan atau pun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Dalam pandangan Ibnu Sina, ilmu itu ada dua macam yaitu:
a)
Tashawwur
(hanya tergambar dalam pikiran)
b)
Tashdiq
(yang dapat dibuktikan melalui indera)
Tashawwur ialah ilmu pengatahuan pertama yang
didapat tanpa sengaja yang tidak dapat ditetapkan benar atau salah, seperti
pemahaman tentang hakikat manusia. Sedangkan tashdiq ialah pengetahuan yang
diperoleh melalui pengamatan yang dapat ditetapkan benar dan salah, seperti
pengetahuan tentang adanya asal muasal.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia piker Arab sejak abad kesepuluh Masehi sampai akhir abad ke-19 Masehi, terutama pada Gundissalinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon, dan Dun Scott. Bahkan juga ada pertaliannya dengan pikiran-pikiran Descartes tentang hakikat jiwa dan wujudnya.
Hidup Ibnu Sina penuh dengan kesibukan bekerja dan mengarang; penuh pula dengan kesenangan dan kepahitan hidup bersama-sama, dan boleh jadi keadaan ini telah mengakibatkan ia tertimpa penyakit yang tidak bisa diobati lagi. Pada tahun 428 H (1037 M), ia meninggal dunia di Hamadzan, pada usia 58 tahun.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia piker Arab sejak abad kesepuluh Masehi sampai akhir abad ke-19 Masehi, terutama pada Gundissalinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon, dan Dun Scott. Bahkan juga ada pertaliannya dengan pikiran-pikiran Descartes tentang hakikat jiwa dan wujudnya.
Hidup Ibnu Sina penuh dengan kesibukan bekerja dan mengarang; penuh pula dengan kesenangan dan kepahitan hidup bersama-sama, dan boleh jadi keadaan ini telah mengakibatkan ia tertimpa penyakit yang tidak bisa diobati lagi. Pada tahun 428 H (1037 M), ia meninggal dunia di Hamadzan, pada usia 58 tahun.
E. AL-GHAZALI
Ia adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad
al-Ghazali, bergelar Hujjatul Islam, lahir tahun 450 H di Tus, suatu kota kecil
di Khurassan (Iran). Kata-kata al-Ghazali kadang-kadang diucapkan al-Ghazzali
(dengan dua z). dengan menduakalikan z, kata-kata al-Ghazzali diambil dari
kata-kata Ghazzal, artinya tukang pemintal benang, karena pekerjaan ayahnya
ialah memintal benang wol, sedang al-Ghazali dengan satu z, diambil dari
kata-kata Ghazalah, nama kampung kelahiran al-Ghazali. Sebutan terakhir ini
yang banyak dipakai.
Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota Tus, kemudian meneruskan di Jurjan, dan akhirnya di Naisabur pada Imam al-Juwaini, sampai yang terakhir ini wafat tahun 478 H/1085 M. kemudian ia berkunjung kepada Nidzam al-Mulk di kota Mu’askar, dan dari padanya ia mendapat kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di kota itu enam tahun lamanya. Pada tahun 483 H/1090 M, ia diangkat menjadi guru di sekolah Nidzamah Baghdad, dan pekerjaannya itu dilaksanakan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad, selain mengajar, juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan Bathiniyah, Isma’iliyyah, golongan filsafat dan lain-lain.
Pengaruh al-Ghazali di kalangan kaum Muslimin besar sekali, sehingga menurut pandangan orang-orang ahli ketimuran (Orientalis), agama Islam yang digambarkan oleh kebanyakan kaum Muslimin berpangkal pada konsepsi al-Ghazali.
Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya, dan mempunyai nafas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku telah ditulisnya yang meliputi berbagai lapangan ilmu, antara lain Teologi Islam (Ilmu Kalam), Hukum Islam (Fiqih), Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan adab kesopanan, kemudian autobiografi. Sebagian besar dari buku-buku tersebut diatas dalam bahasa Arab dan yang lain ditulisnya dalam bahasa Persia.
Karyanya yang terbesar yaitu Ihya ‘Ulumuddin yang artinya “Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama”, dan dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara Syam, Yerussalem, Hijjaz dan Tus, dan yang berisi tentang paduan yang indah antara fiqih, tasawuf dan filsafat, bukan saja terkenal di kalangan kaum Muslimin, tetapi juga di kalangan dunia Barat dan luar Islam.
Bukunya yang lain yaitu al-Munqidz min ad-Dlalal (Penyelamat dari Kesesatan), berisi sejarah perkembangan alam pikirannya dan mencerminkan sikapnya yang terakhir terhadap beberapa macam ilmu, serta jalan untuk mencapai Tuhan. Diantara penulis-penulis modern banyak yang mengikuti jejak al-Ghazali dalam menuliskan autobiografi.
Pikiran-pikiran al-Ghazali telah mengalami perkembangan sepanjang hidupnya dan penuh kegoncangan batin, sehingga sukar diketahui kesatuan dan kejelasan corak pemikirannya, seperti yang terlihat dari sikapnya terhadap filosof-filosof dan terhadap aliran-aliran akidah pada masanya.
Namun demikian, al-Ghazali telah mencapai hakikat agama yang belum pernah diketemukan oleh orang-orang yang sebelumnya dan mengembalikan kepada agama nulai-nilai yang telah hilang tidak menentu. Jalan yang terdekat kepada Tuhan ialah jalan hati dan dengan demikian ia telah membuka pintu Islam seluas-luasnya untuk tasawuf.
Pengaruh al-Ghazali besar sekali di kalangan kaum Muslimin sendiri sampai sekarang ini, sebagaimana juga di kalangan tokoh-tokoh pikir abad pertengahan bahkan juga sampai pada tokoh-tokoh pikir abad modern.
Al-Ghazali pertama-tama belajar agama di kota Tus, kemudian meneruskan di Jurjan, dan akhirnya di Naisabur pada Imam al-Juwaini, sampai yang terakhir ini wafat tahun 478 H/1085 M. kemudian ia berkunjung kepada Nidzam al-Mulk di kota Mu’askar, dan dari padanya ia mendapat kehormatan dan penghargaan yang besar, sehingga ia tinggal di kota itu enam tahun lamanya. Pada tahun 483 H/1090 M, ia diangkat menjadi guru di sekolah Nidzamah Baghdad, dan pekerjaannya itu dilaksanakan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad, selain mengajar, juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan Bathiniyah, Isma’iliyyah, golongan filsafat dan lain-lain.
Pengaruh al-Ghazali di kalangan kaum Muslimin besar sekali, sehingga menurut pandangan orang-orang ahli ketimuran (Orientalis), agama Islam yang digambarkan oleh kebanyakan kaum Muslimin berpangkal pada konsepsi al-Ghazali.
Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya, dan mempunyai nafas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku telah ditulisnya yang meliputi berbagai lapangan ilmu, antara lain Teologi Islam (Ilmu Kalam), Hukum Islam (Fiqih), Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan adab kesopanan, kemudian autobiografi. Sebagian besar dari buku-buku tersebut diatas dalam bahasa Arab dan yang lain ditulisnya dalam bahasa Persia.
Karyanya yang terbesar yaitu Ihya ‘Ulumuddin yang artinya “Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama”, dan dikarangnya selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah antara Syam, Yerussalem, Hijjaz dan Tus, dan yang berisi tentang paduan yang indah antara fiqih, tasawuf dan filsafat, bukan saja terkenal di kalangan kaum Muslimin, tetapi juga di kalangan dunia Barat dan luar Islam.
Bukunya yang lain yaitu al-Munqidz min ad-Dlalal (Penyelamat dari Kesesatan), berisi sejarah perkembangan alam pikirannya dan mencerminkan sikapnya yang terakhir terhadap beberapa macam ilmu, serta jalan untuk mencapai Tuhan. Diantara penulis-penulis modern banyak yang mengikuti jejak al-Ghazali dalam menuliskan autobiografi.
Pikiran-pikiran al-Ghazali telah mengalami perkembangan sepanjang hidupnya dan penuh kegoncangan batin, sehingga sukar diketahui kesatuan dan kejelasan corak pemikirannya, seperti yang terlihat dari sikapnya terhadap filosof-filosof dan terhadap aliran-aliran akidah pada masanya.
Namun demikian, al-Ghazali telah mencapai hakikat agama yang belum pernah diketemukan oleh orang-orang yang sebelumnya dan mengembalikan kepada agama nulai-nilai yang telah hilang tidak menentu. Jalan yang terdekat kepada Tuhan ialah jalan hati dan dengan demikian ia telah membuka pintu Islam seluas-luasnya untuk tasawuf.
Pengaruh al-Ghazali besar sekali di kalangan kaum Muslimin sendiri sampai sekarang ini, sebagaimana juga di kalangan tokoh-tokoh pikir abad pertengahan bahkan juga sampai pada tokoh-tokoh pikir abad modern.
Filsafat
barat
Ø Aristoteles
Dalam filsafat paripatetik, dikenal
suatu teori yang dinamakan dengan “ hylomorpise” yang mana teori tersebut
merujuk kepada Aristoteles , yaitu ajaran yang mengatakan bahwa apapun
yang ada di dunia ini terdiri atas dua unsur utama, yakni materi (hyle) dan
bentuk(morfis). Pembicaraan metafisika Aristoteles mengenai soal materi dan
wujud ini lebih tepat dimulai dengan doktrin Aristoteles tentang Universalia.
Sedangkan jalan untuk memahami universalia kita harus terlebih dahulu memehami
doktrin akal biasa (common sense).
Wujud dan materi tidak dapat
dipisahkan. Materi dalam bahasa Yunani disebut hule dapat disebut bahan
yang masih berada dalam proses atau produk (Edel 1982). Materi dikatakan juga
sebagi unsur kemungkinan dan perubahan yang paling sederhana yang terdapat
dalam suatu hal. Sedangkan wujud (morphe) bersifat tetap, permanen, dan
dikenal (Amstrong 1949). Meskipun materi tidak menentukan dirinya sendiri,
tetapi ia juga memiliki kemampuan menentang kekuatan yang meembentuknya, jadi
tidak semata-mata bersifat passif. Akibatnya materi tidak pernah berbentuk yang
sempurna, terus menerus akan mengalami perubahan wujud sebagai potensi. Teori
aristoteles mengenai wujud dan materi ini berkaitan dengan konsep potensi
dan aktus.
Ø Henry Bergson
Ia adalah filosof perancis terkemuka abad 20, Bertrand Russel
mengupasnya dengan agak lengkap karena filsafatnya merupakan contoh yang sangat
bagus tentang pemberontakan melawan akal yang berawal dari Rousseau secara
bertahap makin mendominasi berbagai bidang kehidupan dan pemikiran dunia.
Kalsifikasi filsafat Bergson berbeda
dengan yang lainnya. Klasifikasi filsafat yang biasanya dipengaruhi oleh metode
atau hasilnya (“empiris dan apriori “adalah klasifikasi menurut metodenya
kemudian “realis dan idealis “adalah klasifikasi menurut hasilnya). Upaya untuk
mengklasifkasi filsafat Bergson dengan salah satu dari cara tersebut hampir
tidak mungkin berhasil, karena filsafatnya hampir mengiris semua bidang yang
diakui tersebut.
Salah satu ciri khas filsafat Bergson adalah
ia mengganggap waktu dan ruang sangat berbeda. Ruang merupakan karakteristik materi,
dan waktu adalah karakteristik esensial kehidupan atau pikiran. Filsafat
Bergson membagi antara naluri dan intelek. Naluri sebaiknya disebut
intuisi, yang Bergson maksud dengan intuisi adalah naluri yang menjadi tak
terpengaruh, sadar-diri, mampu menyesuaikan objeknya dan memperluasnya secara
tak terbatas, urainnya tentang kerja intelek tidak selalu mudah untuk diikuti,
sedangkan intelek selalu berpikiran seolah-olah tertarik pada
kontemplasi materi yang tidak bergerak.
Jika dibolehkan menambahkan ilustrasi
filsafat Bergson, kita bisa mengatakan bahwa alam semesta adalah rel kabel yang
amat besar yang didalam kehidupan adalah kereta yang berjalan ke bawah.
Intelek itu terwujud lantaran melihat kereta yang turun ketika melewati
kereta yang naik yang didalamnya kita berada. Sedangkan perhatian kita yang
terpusat pda kereta kita sendiri tentu saja adalah naluri atau intuisi. Intelek
berkaitan dengan ruang sedangkan naluri atau intuisi beerkaitan dengan
waktu.
Ø Plato
Bagi Plato, filsafat adalah semacam visi, yakni visi tentang kebenaran.
Visi ini tidak semata-mata bersifat intelektual, tidak juga bersifat
kebijaksanaan. “Cinta intelektual terhadap tuhan “dalam filsafat Spinoza sama
dengan persatuan erat antara pikir dan rasa. Barangsiapa yang pernah
mengerjakan karya kreatif tertentu, pasti pernah mengalaminya dengan taraf yang
berbeda-beda, suatu suasana batin dimana setelah lama berupaya keras, tiba-tiba
kebenaran atau keindahan muncul atau seolah-olah muncul dengan keagungan yang
tak terduga.
Pengalaman ini mungkin hanya
menyangkut masalah kecil saja, mungkin pula menyangkut masalah alam
semesta.Untuk sesaat pengalaman itu amatlah meyakinkan, keraguan mungkin timbul
belakangan. Tetapi untuk sesaat itu yang tampil adalah kepastian yang begitu
tegas. Menurut Plato, sebagian besar karya kreatif yang terbaik
dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, sastra & filsafat adalah hasil
pengalaman demikian.
Ø
Nietzsche & Sartre
Nietzsche sering dianggap sebagai
eksistensialis pertama ketika orang membahas filsafatnya. Eksistensialisme
adalah gerakan filsafat yang menitikberatkan pada kebebasan manusia. Sedangkan
dalam wikipedia dijelaskan bahwa eksisensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya
berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang
bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak
benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak
benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif,
dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya
benar.Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu
dihadirkan lewat kebebasan.
Gerakana filsafat eksistensialisme
dipopulerkan oleh filosof prancis Jean-Paul Sartre (1909-1980). Sukar untuk
mengkategorikan eksistensialisme karena pada dasarnya eksistensilisme menolak
kategorisasi. Namun demikian, kesamaan yang sangat umum dimiliki para filosof dalam
gerakan Ini adalah perhatian mereka terhaddap gerakan kebebasan manusia,
keyakinan bahwa umat manusia memiliki kapasitas bawaan untuk memilih tindakan
mereka sendiri secara bebas dan tidak ditentukan sebelumnya. Menurut Sartre
satu hal yang pasti dimiliki semua orang adalah kebebasan.
Sartre menyatakan bahwa kita “dikutuk
untuk bebas”. Kita tidak punya pilihan lain selain bebas, dan pura-pura
tidak bebas hanyalah merupakan penipuan diri. Nietzsche juga sepakat dengan
Sartre bahwa tidak ada dunia objektif, tidak ada fakta mentah, tidak ada
kemutlakan. Sartre juga mengatakan bahwa eksistensi manusia mendahului
esensinya. Dunia sebagaimana kita memahaminya adalah dunia yang telah
kita rekatkan pada diri kita sendiri, bukan dari luar dunia kita.
Ø Thales (624-546 SM)
lahir di kota Miletus yang merupakan
tanah perantauan orang-orang Yunani di Asia Kecil. Situasi Miletos yang makmur
memungkinkan orang-orang di sana untuk mengisi waktu dengan berdiskusi dan
berpikir tentang segala sesuatu. Hal itu merupakan awal dari kegiatan
berfilsafat sehingga tidak mengherankan bahwa para filsuf Yunani pertama lahir
di tempat ini.
Thales adalah seorang saudagar yang
sering berlayar ke Mesir. Di Mesir, Thales mempelajari ilmu ukur dan membawanya ke Yunani. Ia
dikatakan dapat mengukur piramida dari bayangannya saja. Selain itu, ia
juga dapat mengukur jauhnya kapal di laut dari pantai. Kemudian Thales menjadi
terkenal setelah berhail memprediksi terjadinya gerhana matahari pada tanggal
28 Mei tahun 585 SM. Thales dapat melakukan prediksi tersebut karena ia mempelajari
catatan-catatan astronomis yang tersimpan di Babilonia sejak 747 SM.
Pemikiran
Air
sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu
Thales menyatakan bahwa air adalah
prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu. Air
menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam
semesta. Berkat kekuatan dan daya
kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil
dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales
terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup
mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk
hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair,
dan gas) tanpa menjadi berkurang.
Selain itu, ia juga mengemukakan
pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai bahan yang
satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.
Pandangan tentang Jiwa
Thales berpendapat bahwa segala
sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda
hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme.
Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena
mampu menggerakkan besi.
Perbandingan
Filsafat Iislam dengan Filsafat Barat
Perbandingan antara
filsafat Barat dan filsafat Islam adalah sebagai berikut;
Persamaannya, sama-sama berfikir radikal, bebas. Kedua-duanya menggunakan
logika akal, dialektika. Kedua-duanya berfikir tentang realitas alam,
kosmologi.
Perbedaanya;
a.
Filsafat Islam :
- Berfilsafat menggunakan akal dan bersandar pada Wahyu.
- Ruang lingkup pembahasannya yang abstrak maupun konkrit, fisik maupun
metafisik.
- Berfilsafat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memahami realitas
alam.
- Berfilsafat dimulai dengan keimanan kepada Allah
b.
Filsafat Barat
- Menggunakan rasio.
- Berpijak pada hal-hal yang konkrit
- Hanyaberfilsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar