A. Pengertian
Filsafat Sejarah
Kesadaran manusia tentang sejarah telah dimulai sejak adanya filsafat yang
berfikir mengenai sejarah, perkembangan bangsa dan bangunan. Beberapa ahli
filsafat Yunani kuno telah melangkah maju dengan berpendapat bahwa arus sejarah
yang simpang siur itu sebetulnya berdasar sebuah rencana yang masuk akal (
Meullen, 1987: 24). Marcus Tullius Cicero menyebut Herodatus sudah
berusaha menjaring sumber-sumber yang dapat dipercaya dan berusaha dengan jujur
untuk mencapai kebenaran ( Pospoprodjo, 1987 : 10). Namun demikian istilah filsafat
sejarah baru untuk pertama kali di kemukakan oleh Voltaire (1694-1778) (Lowith,
1970 : 1).
Ungkapan filsafat sejarah secara tradisional berarti usaha memberikan
keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah
( Gardiner, 1987: 123). Filsafat sejarah tidak hanya berusaha untuk
memahami masa lampau dalam perspektif masa kini, akan tetapi juga berusaha
untuk membuat sesuatu proyeksi ke masa depan. Kaerna itu seorang filosof
filsafat sejarah berusaha untuk memehami perkembangan kemanusiaan secara utuh.
Filsafat sejarah dalam istilah lain disebut dengan Historisitas.
Historisitas dalam filsafat barat menjadi agenda penting pemikiran
modern dan dianggap sebagai langkah evaluatif yang dapat membuka pemahaman
tentang masa depan. Historisitas tidak hanya sebagai cirri khusus zaman moder,
tetapi juga telah di alami oleh zaman sebelumnya. Namun demikian Historositas
tidak selalu di alami dengan cara yang sama pada setiap periode sejarah.
Pada zaman modern manusia lebih sadar akan historisitasdi bandingkan denga
zaman sebelumnya (Bertens, 1987 : 186). Manusia zaman modern dalam memahami
historisitasnya lebih dinamik dan kreatif, ia tidak hanya berusaha untuk
meramalkan tentang corak dan bentuk masa depan ideal yang di
inginkannya lebih dari ia berusaha untuk mewujudkan cita-citanya itu.
Russell, ( 1989 : 1) mengatakan bahwa manusia dilahirkan dalam lingkungan
masyarakat yang tidak mereka ciptakan. Struktursosial, ekonomi dan politik
merupakan factor penentu, apakah dapat memperlancar atau menghambat
perkembangan biografis mereka. Maka untuk memahami sejarah individu perlu
dimengerti struktur yang membentuklatar belakang atau pilihan-pilihan hidupnya.
Agar para individu bias memahami sejarah mereka maka hendaknya mereka berpegang
teguh pada struktur yang jelas, yaitu arah kecenderunga sejarah. Marx melihat
proses sejarah sebagai upaya untuk merekontruksi sejarah manusia untuk kembali
ke zaman prasejarah yang tanpa kelas. Comte mengemukakan bahwa sejarah adalah
proses perkembangan intelektual dan kebudayaan manusia. Sedangkan Spengler,
Tonybebe dan Sorokin melihat pasang surut, kebangkitan dan kehancuran
kebudayaan manusia dalam serah.
Berdasarkan kenyataan bahwa sejarah tidak dapat di pastikan begitu saja
perkembangannya, maka muncullah kelompok historisme-kritis yang melawan aliran
historisme. Aliran historisme adalah aliran filsafat sejarah yang beranggapan
bahwa ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk meramalkan perkembangan sejarah dengan
membentuk alur atau pola “ hokum atau frend” yang menentukan jalanya sejarah (Popper,
1985 : 3). Pandangan-pandangan tentang sejarah telah bantak di tampilkan oleh
para filosof filsafat sejarah. Hal ini menandakan bhwa filsafat sejarah ada
gunanya terlebih bagi peneliti sejarah. Ankersmith, (1987 : 10) mengatakan
bahwa dengan di latarbelakangi oleh filsafat sejarah, seorang peneliti sejarah
akan lebih mampu mengadakan suatu penilaian pribadi mengenai pengadaan
pangkajian sejarah masa kini dengan memuaskan. Sebab pengkajian sejarah turut
di tentukan oleh diskusi-diskusi antara filosf sejarah mengenai tujuan
kemungkinan-kemungkinan dalam pengkajian sejarah. Pengetahuan mengenai filsafat
sejarah, memaparkan latar belakang bagi seorang ahli sejarah untuk menentukan
posisinya sendiri terhadap usaha-uaha memasukkan pendekatan baru terhadap
sejarah.
B. Aliran Dalam
Pengkajian Sejarah
Dalam pengkajian sejarah banyak terhadap aliran yang oleh tiap pendukungnya
terus disuarakan sehingga perlu diadakan suatu pilihan.
Aliran tersebut diantaranya :
1. Filsafat Sejarah
Hegel
George Wilhem Friedrich Hegel (1770-1831) merupakan seorang filosof
idealis, ia yakin bahwa atau jiwa adalah realitas terakhir. Ia juga
seorang filosof manis dalam fakta, ia berpendapat bahwa setiap hal yang
berhubungan satu sama lain dalam system besar dan kompleks atau keseluruhan
yang sisebut dengan absolute. Idealis manistik sebagaimana yang ia kemukakan
disebutnya dalam Phenomenology of Mind, membawa Hegel pada keyakinan bahwa
terdapat suatu pemikiran atau subtansi mental (Collinson, 200 : 142).Teorinya
tentang kebenaran berkaitandengan ini, karena ia berpendapat bahwa yang riil
adalah apa yang rasional dan bahwa yang benar adalah keseluruhan.
Hegel dalam bukunya Philosophy of Histori mengembangkan sebuah teori yang
didasarkan pada pandangan bahwa Negara merupakan realitas kemajuan pikiran kea
rah kesatuan dengan nalar. Ia melihat Negara aebagai kesatuan wujud dari
kebebasan objektif dan nafsu subjektif adalah organisasi rasional dari sebuah
kebebasan yang sebenarnya berubah-ubah dan sewenang-wenang jika di biarkan pada
tingkah laku individu. Dalam bukunya mengenai filsafat sejarah Hegel membahas
dunia timur, dunia Yunani-Romawi dan dunia Germania. Pembagian ini
didasarkan atas Trias Hegel yakni : roh objektif, roh subjektif dan roh
mutlak. Dalam dunia Timur, roh belum sadar diri, manusia masih dalam keadaan
alami sedangkan roh berkarya dan menyusun dalam objektifitas ( seperti hukum
alam). Dalam dunia Yunani-Romawitimbullah subjektifitas, roh menempatkan diri
di luar dan berhadapan dengan apa yang secara objektif ada. Akan tetapi roh
subjektif kurang memahami kenyataan objektif. Baru dengan munculnya roh mutlak
didalam dunia Germania terjadi perukunan antara yang subjektif dan
yang objektif ( Smith, 1987 : 38-39). Filsafat sejarah bagi Hegel
representasinya yang nyata terlihat dalam bentuk- bentuk kekuasaan
dalam Negara. Negara merupakan realitas kemajuan pikiran ke arah kesatuan
yang nalar. Ia melihat bahwa Negara adalah kesetuan wujud kebebasan objektif
dan nafsu subjektifnya adalah organisasi rasional dari sebuah kebebasan yang sebenarnya
berubah-ubah dan sewenang-wenang jika di biarkan pada tingkah laku individu (
Collinson, 2001 : 143) lebih lajut dalam pengantar bukunya Philosophy of
History ia menulis :
“ Negara adalah ide tentang roh didalam perwujudan lahir kehendak manusia
dan kebebasanya. Maka bagi Negara, perubahan dalam aspek sejarah tidak
dapat membatalkan pemberian itu sendiri dan berbagai tahap yang
berkesinambungan dengan ide mewujudkan diri mereka di dalamnya sebagai
prinsip-prinsip politik yang jelas” ( Hegel, 2001: 65).
Negara adalah tujuan yang sesungguhnya dari manusia, tidak sekedar sarana.
Negara mendamaikan kepentingan perorangan dan masyarakat. Negara didirikan atas
ketaatan hak-hak perorangan pada kewajiban-kewajiban masyarakat.
2. Filsafat Sejarah
Karl Marx
Karl Heinrich Marx ( 1818-1883) adlah filosof Jerman yang pemikiranya telah
menjadi inspirasi dasar “ Marxisme” sebagi ideology perjuangan kaum buruh, yang
menjadi komponen inti dari ideology komunisme pemikiran Marx juga telah menjadi
salah satu rangsangan besar bagi perkembangan sosiologi, ilmu ekonomi dan
filsafat kritis ( Magnis-Suseno, 2000:3). Pemikiran Mark tidak hanya tinggal
diam di wilayah teori, melainkan ideology yang di kenal ideology Marxisme dan
komunisme. Ideologi ini dalam sejarah telah menjadi kekuatan sosial politik.
Dalam sejarah filsafat barat hanya Marx yang mengembangkan sebuah pemikiran
yang pada dasar filosofis namun kemudian menjadi teori perjuangan gerakan
pembebasan. Motor perubahan dan perkembangan menurut Karl Marx adalah pertentangan
antara kelas-kelas sosial, bukan oleh individu-individu tertentu (
Magnis-Suseno, 2000:125). Maka menurut Marx tidak tepat jika sejarah di pandang
sebagai hasil tindakan raja-raja dan orang-orang besar lainya.
Apa yang di putuskan dan di usahakan oleh orang-orang besar yang dikenal
dari buku-buku sejarah popular, meskipun tidak pernah tanpa kepentingan
atau cita-cita. Dalam garis besarnya selalu akan bergerak dalam rangka
kepentingan kelas mereka serta mencerminkan struktur kekuasaan kelas-kelas dalam
masyarakat yang bersangkutan.
Tiga tahap filsafat sejarah Marx menggambarkan pola “ satu langkah ke
belakang, dua langkah ke depan”. Komunitas-komunitas primitif harus di
hancurkan terlebih dahulu sebelum satu komunitas bisa di buat lagi pada tingkat
yang lebih sempurna. Materialisme histories menekankan bahwa tahap-tahap
berurutan dalam penghancuran ini juga sebagai tenggang waktu. Ketika para
produsen dengan cepat terpisah dari sarana-sarana produksi mereka, maka kerja
mereka semakin produktif. Pemisahan ini berlangsung sangat ekstrim dalam
kapitalisme yang notabene juga salah satu tahap dimana perkembangan
kekuatan-kekuatan produksi mencapai tingkat yang paling tinggi ( Elster,
2000:16)
Marx membedakan Arga tahapan manusia :
Tahap pertama : Adalah masyarakat purba sebelum pembagian kerja dimulai.
Tahap kedua-yang masih berlangsung : adalah tahap pembagian kerja sekaligus
tahap kepemilikan hak pribadi dan hak keterasingan.
Tahap ketiga : adalah tahap kebebasan yaitu apabila hak milik pribadi telah
di hapus ( Magnis, 2000: 102)
Jadi system hak milik pribadi bukan sebuah “ kecelakaan” melainkan tahap
yang pasti dalam perjalanan umat manusia ke tahap kebebasan. Tahap hak milik
pribadi tidak dapat di hindari karena pembagian kerja juga tidak bisa dihindari.
Hanya melalui pembagian kerja umat manusia dapat menjamin keberlangsungan
hidupnya. Maka meskipun keterasingan manusia dinilai negative, tetapi
keterasingan tersebut merupakan tahap yang harus dilalui oleh umat manusia.
Menurut Marx masyarakat masa depan yang di idealkan adalah komunisme.
Seperti yang di kutip oleh Fromm dalam Manuskrip II, Marx menegaskan bahwa :
komunismne merupakan penghapusan kepemilikan pribadi secara positif yang
merupakan apresrasi nyata dari watak manusia melalui dan untuk manusia.
Komunisme pengembalian manusia sebagai makluk sosial yaitu pengembalian yang
lengkap dan sadar yang mencampurkan semua kekayang dan perkembangan sebelumnya.
Komunisme sebagai naturalisme yang paling maju adalah humanisme, dan humanisme
yang paling maju adalah naturalisme. Tentang struktur mana yang mendukung atau
memajukan kebebasan tindakan mereka semua.
Patrick Gardiner (1985 : 123-124) mengatakan bahwa ungkapan filsafat
sejarah menunjukkan kepada dua jenis penyelidikan yang sangat berbeda. Secara
tradisional ungkapan tersebut telah digunakan untuk menunjukkan kepada usaha
memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.
Filsafat sejarah dalam arti ini disebut “ filsafat sejarah formal atau
spekulatif” yang secara khas berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti “
apa arti (makna, tujuan ) sejarah? “atau hukum-hukum pokok mana yang
mengatur perkembangan dan perubahan dalam sejarah?”. Diatara tokoh-tokoh utama
yang paling mewakili tepri ini : Vico, Herder, Hegel, Comte, Marx, Tonybee dan
lain-lain.
Secara modern ungkapan tersebut berarti suatu kritik terhadap filsafat
sejarah formal atau spekulatif, terutama kritik dari sudut logika maupun
metodologi. Filsafat sejarah dalam arti ini disebut dengan “ Filafat sejarah
kritis” dengan tokohnya antara lain Popper.
David Bebbyngton (1979 :17-20) membagi filsafat sejarah ke
dalam lima aliran yaitu :
Aliran Siklus.
Yang berpandangan bahwa alur perkembangan sejarah itu tidak maju, tetapi
selalu kembali seperti perputaran musim. Tokoh yang mewakili aliran ini adalah
Nietzsche dan Tonybee.
Aliran pemikiran yang khusus berhubungan dengan tradisi Yahudi dan
Kristiani.
Aliran inn sangat dipengaruhi oleh pandangan agama. Sejarah tidak hanya
dilihat sebagai siklus, akan tetapi juga sebagai gerak garis lurus. Tokoh yang
bergabung dalam aliran ini adalah Agustinus dan Niehbuhr.
Aliran pemikiran yang melihat perkembangan sejarah sebagai suatu proses
yang bergerak secara linier kea rah kemajuan.
Filosof yang mewakili aliran ini adalah Comte.
Aliran Historisme.
Aliran ini menolak keyakinan bahwa sejarah adalah linier. Menurut mereka
perkembangan sejarah sangat di tentukan oleh berbagai factor dalam kebudayaan
manusia.
Tokoh yang bergabung dalam aliran ini ialah Vico, Ranke, Collingwood.
Aliran yang dipengaruhi oleh filsafat sejarah Marxisme
John Edward Sulivan ( 1970 : 265-290) dalam bukunya Propets of The
Wesr ; An Intruduction to the Philosophy of History, mengatakan bahwa para
filosof filsafat sejarah dalam pandangannya tentang sejarah berdasarkan pada
situasi yang di hadapi pada waktu itu dan mencoba untuk memperlihatkan
komunisme adalah solusi teka-teki sejarah dan mengetahui bahwa dirinya
merupakan solusi ( Fromm, 2001:168). Komunisme
3. Filsafat Sejarah
Auguste Comte
Auguste Comte ( 1798-1870) adalah pendiri aliran filsafat positivisme yang
anti metafisisme. Ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif
–ilmiah. Baginya tidak ada gunanya mencari “ kakekat” kenyataan. Hanya ada satu
hal yang terpenting yaitu “ Savor p our prevour” ( mengetahui supaya siap
untuk bertindak, mengetahui supaya manusia dapat menantikan apa yang akan
terjadi) (Hamersma, 1983 :54). Manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan
hubungan antara gejala-gejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang akan
terjadi.
Hubungan antara gejala-gejala oleh Comte disebut ‘konsep-konsep’dan
‘hukum-hukum’. Hukum-hukum bersifat ‘positif ‘. Positif dalam arti Comte adalah
yang berguna untuk diketahui. Sejarah umat manusia, jiwa manusia, baik secara
individual maupun secara kelompok berkembang menurut hukum tiga tahap, yaitu
tahap teologi atau fiktif, tahap metafisik atau abstrak dan tahap positif atau
riel ( Koento Wibisono, 1982 :11).
C. Metode Filsafat
Sebenarnay jumlah metode filsafat hampir saam banyaknya dengan definiusi para
ahli dan filusuf sendiri karena metode adalah suatu alat pendekatan untuk
mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filusuf itu sendiri.
Beberapa metode filsafat :
Metode Kritis :
Socrates dan Plato
Metode ini bersifat analisis istilah dan pendapat atau aturan-aturan yang
dikemukakan orang merupakan hermenecetika yang menjelaskan keyakinan dan
memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya ( berdialog), membedaka,
membersihkan, menyisihkan dan menolak yang akhirnya ditemukan hakikat.
Metode Intuitif :
Plotinus dan Bergson
Dengan jalan metode intuitif dan dengan pemakain symbol-simbol
diusahakan membersihkan intelektual ( bersama dengan pencucian moral) sehingga
tercapai suatu penerangan pemikiran. Sedangkan Bergson denga jalan pembaura
antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai perubahan, tercapai pemahaman
langsung mengenai kenyataan.
Metode Skolastik :
Aristoteles, Thomas Aquinas, filsafat abad pertengahan.
Metode ini bersifat sintesis-deduktif dengan bertitik tolak dari definisi-
definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya ditarik
kesimpulan-kesimpulan.
Metode Geometris :
Rene descarfes dan pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks dicapai intusi akan hakikat-
hakikat sederhana ( ide terang da berbeda dengan lainya) dari hakikat-hakikat
itu di dedukasikan secara matematis segala pengertian lainya.
Metode Empiris :
Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume.
Hanya pengalamanlah yang menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian
( ide-ide) dalam intropeksi di bandingkan dengan cerapan-cerapan ) impresi dan
kemudian disusun bersama secara geometris.
Metode Transendal :
Immanuel Kant dan Neo Skolastik
Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan
analisis diselisiki syarat-syarat aprori bagi pengertian demikian.
Metode Fenomenologis
: Huserl, Eksistensialisme.
Yakni dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi
atau fenomin dalam kesadaram mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang
menampakkan diri atau membicarakan gejala. Hakeat segala sesuatu adalah reduksi
atau penyaringan. Menurut Huserl ada 3 macam reduksi yaitu :
Reduksi Fenomenologis
Reduksi Eidetis
Reduksi Transendental
Metode Dialektis :
Hegel dan Marx
Dengan jalan mengikuti pikiran atau alam sendiri menurut triade tesis,
antitesis, sintesis dicapai hakekat kenyataan. Dialektis itu di ungkapkan
sebagai tiga langkah yaitu dua pengertian yang bertentangan kemudian di
damaikan ( tesis-antitesis-sintesis)
Metode non-Positif.
Kenyataan yamg di pahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan
aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksata).
Metode Analitika
Bahasa : Wiittgenstern.
Dengan jalan analisa pemakaina baahsa sehari-sehari ditentukan sah atau
tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini dinilai cukup netral sebab sama
sekali tidak mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaanya adalah semua dan
hasilnya selalu didasarkan pada penelitian bahasa yang logis.
D. Objek Filsafat
Objek filsafat ini terdiri dari
1. Objek
Meterial Filsafat.
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan atau hal yang di selidiki. Di pandang atau di sorot oleh suatu
disiplin ilmu yang mencangkup apa saja hal-hal yang konkrit ataupun
abstrak. Menurut Dr. H. A. Dardiri bahwa objek material adalah
sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, kenyataan maupun yang ada dalam
kemungkinan. Segala yang ada itu di bagi menjadi dua yaitu :
a. Ada yang bersifat umum (ontology ), yakni ilmu yang
menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi menjadi dua yaitu ada
secara mutlak ( theodicae) dan tidak mutlak yang trdiri dari manusia (
antropologi metafisik) dan ( kosmologi).
2. Objek Formal
Filsafat.
Yaitu sudut pandang yang di tunjukkan pada bahan dari peneliti atau
pemberntukan pengetahuan, suatu dari sudut mana objek material tersebut di
pandang .
Contoh :
Objek materialnya adalah manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda
sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia diantaranya Psikologi,
Antropologi, Sosiologi dsb
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ungkapan filsafat sejarah secara tradisonal adalah usaha untuk
memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.
2. Filsafat sejarah tidak hanya untuk memahami masa lampau dalam
pandangan masa kini, akan tetapi juga berusaha untuk membuat proyeksi ke masa
depan.
3. Aliran dalam pengkajian sejarah : filsafat sejarah Hegel, filsafat
sejarah Karl Marx, filsafat sejarah Auguste Comte.
4. Metode-metode dalam filsafat : Metode Kritis, metode intuitif,
metode sekolastik, metode geometris, metode empiris, metode transcendental,
metode fenomenologis, metode dialektis, metode non-positifisme, metode
analitika bahasa.
5. Objek dalam filsafat : Objek material filsafat, objek formal
filsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar